Anti Monopoli dan Kepailitan
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)
Sedangkan menurut Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli .
Dalam Undang-undang Fair Trading di Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 % penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan . Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) (pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Jika kita telusuri ketentuan dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999, maka tindakan–tindakan yang berhubungan dengan pasar yang perlu diatur oleh hukum anti monopoli yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari hukum anti monopoli tersebut adalah sebagai berikut:
a) Perjanjian yang dilarang;
b) Kegiatan yang dilarang;
c) Penyalahgunaan posisi dominan;
d) Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
e) Tata cara penanganan perkara;
f) Sanksi-sanksi;
g) Perkecualian-perkecualian.
Sedangkan Perjanjian yang dilarang oleh BAB III Undang-undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian –perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar yang terdiri dari :
a) Oligopoli;
b) Penetapan harga;
c) Pembagian Wilayah;
d) Pemboikotan;
e) Kartel;
f) Trust;
g) Integrasi vertical;
h) Perjanjian tertutup;
i) Perjanjian dengan pihak luar negeri.
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut:
a) Monopoli;
b) Monopsoni;
c) Penguasaan pasar;
d) Persekongkolan;
3. Posisi dominan di pasar yang meliputi:
a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang
bersaing;
a) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi;
b) Menghambat pesaing untuk masuk pasar;
c) Jabatan rangkap;
d) Pemilikan saham;
e) Merger, akuisisi,dan konsolidasi;
Pada sistematika menurut Undang-undang Anti Monopoli no 5 tahun 1999 seperti tersebut diatas, maka kita dapat juga mendeskripsikan ruang lingkup dari hukum anti monopoli menjadi sebagai berikut.
1. Tentang Pembatasan Persaingan yang Horisontal.
2. Tentang pembatasan Persaingan yang Vertikal.
3. Tentang Penguasaan Pangsa Pasar yang Besar.
4. Tentang Penyalahgunaan posisi Dominan.
5. Tentang Diskripsi Harga.
6. Tentang Merger dan Akuisisi.
7. Tentang Badan Penegakan Hukum.
8. Tentang Sanksi-sanksi.
9. Tentang Prosedur Penegakan Hukum.
10.Tentang perkecualian-perkecualian.
Dalam teori ilmu hukum, larangan terhadap tindakan monopoli atau persaingan curang garis besarnya dilakukan dengan memakai salah satu dari dua teori sebagai berikut :
1) Teori Per Se : bahwa pelaksanaan setiap tindakan yang dilarang akan bertentangan dengan hukum yang berlaku, sementara dengan teori Rule Of Reason, jika dilakukan tindakan tersebut, masih dilihat seberapa jauh hal tersebut akan merupakan monopoli atau akan berakibat pada pengekangan persaingan pasar.
2) Teori Rule of Reason : tidak seperti pada teori Per Se, dengan memakai teori Rule of Reason tindakan tersebut tidak otomatis dilarang, sungguhpun perbuatan yang dituduhkan tersebut dalam kenyataannya terbukti telah dilakukan.
Sejarah Hukum Anti Monopoli di Indonesia
Tidak banyak yang dicatat dalam sejarah Indonesia di seputar kelahiran dan perkembangan hukum anti monopoli ini. Yang banyak dicatat adalah sejarah justru tindakan-tindakan atau perjanjian dalam bisnis yang sebenarnya harus dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli.
Dimasa orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli, oligopoly dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu, cengkeh, jeruk, pengedaran film dan masih banyak lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan beberapa konglomerat besar di Indonesia juga bermula dari tindakan monopoli dan persaingan curang lainnya, yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh pemerintah kala itu.
Karena itu tidak mengherankan jika cukup banyak para praktisi maupun teoritisi hukum dan ekonomi kala itu yang menyerukan agar segera dibuat sebuah Undang-undang Anti Monopoli. Namun sampai dengan lengsernya Mantan Presiden Soeharto, dimana baru dimasa reformasi tersebut diundangkan sebuah undang-undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999. Memang sebelum lahirnya Undang-undang anti monopoli secara sangat minim dalam beberapa undang-undang telah diatur tentang monopoli atau persaingan curang ini sangat tidak memadai, ternyata tidak popular dimasyarakat dan tidak pernah diterapkan dalam kenyataannya. Ketentuan tentang anti monopoli atau persaingan curang sebelum diatur dalam Undang-undang anti monopoli tersebut, diatur dalam ketentuan –ketentuan sebagai berikut:
a) Undang- undang no 5 Tahun 1984 tentang perindustrian.
Diatur dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3), pasal 9 ayat (2)
b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Terdapat satu pasal yaitu pasal 382 bis.
c) Undang-undang Perseroan Terbatas No 1 Tahun 1995
Ketentuan monopoli diatur dalam pasal 104 ayat (1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar